Man Jadda Wajadda, sepenggal pepatah arab yang berarti "siapa bersungguh-sungguh akan berhasil" yang menjadikan motivasi dari keenam sahabat karib yang mondok di pesantren madani yang menjadi inti dari film ini yang diangkat dari novel best seller karya A.Fuadi yang berjudul sama.
Negeri 5 Menara berkisah tentang kehidupan alif fikri, yang merantau dari tanah padang ke jawa untuk menimba ilmu di Pondok Madani, Ponorogo Jawa Timur. Bukan karena cita-cita dan keinginannya ia berada di Pondok, tapi demi membahagiakan Sang Amak (ibu). Di Madani, ia bertemu dengan 5 sahabatnya yaitu atang, baso, raja, dulmajid, said. karena sering berkumpul dibawah menara mereka dijuluki dengan sohibul menara. Dan dari menara di madani inilah mereka bertekad dan berjanji untuk mengejar mimpi mereka ke 5 negara yang memilki menara berbeda, dengan semangat man jadda wajadda yang mereka peroleh dari madani.
Sama seperti Novel-nya?
Sudah tentu inilah pertanyaan wajib bagi para penonton film Negeri 5 Menara, baik yang sudah membaca novel-nya maupun belum. Karena berdasarkan Novel best seller-lah yang menjadi nilai jual dari film ini awalnya, selain aktor-aktris senior-nya yang namanya terpampang di posternya dengan ukuran besar melebihi nama para tokoh utama dalam film ini. Hal yang wajar memang.
Selain bisa dibilang menguntungkan karena diangkat dari novel laris, sebenarnya sebuah film yang diangkat dari novel bisa juga menjadi bomerang. Karena merepresentasikan novel kedalam sebuah film adalah hal yang sulit. Apalagi nantinya pasti film-nya akan menjadi "gambaran" nyata dari ribuan atau bahkan jutaan imajinasi para pembaca novel-nya yang tentu memiliki imajinasi yang berbeda-beda. Apakah Negeri 5 Menara The Movie akan bisa merepresentasikan imajinasi para penggemar novel-nya sehingga dapat menyamai kesuksesan Laskar Pelangi yang sukses di film dan novelnya?itulah pertanyaan yang harus dijawab oleh film arahan Affandi Abdur Rahman ini.
Dikatakan sama antara film dan novel-nya, bisa dibilang sama dalam garis besar film. Seperti semangat Man Jadda Wajadda yang selalu dikumandangkan oleh para tokoh utama yang seolah berusaha membuat para penikmat film agar setelah keluar dari bioskop terasuki dengan semangat "Man jadda Wajada". Sah-sah saja memang dan tak ada yang melarang.Selain semangat man jadda wajadda hal yang sama adalah latar belakang para tokoh utama ,hoby dan cita-cita mereka, selain itu semuanya dirombak oleh sang penulis sekenario.
Perombakan karakter pendukung serta sedikit plot cerita yang ada dalam film ini memang merupakan kejutan yang "mengejutkan", seperti sarah, gadis yang disukai alif yang dalam novel merupakan anak dari salah satu ustadz bukan ponakan kyai rois, serta usaha alif memperoleh foto sarah yang berbeda dan ending berbeda dari plot ini yang cukup baik. Selain itu banyak lagi kejutan lainnya yang akan ditemukan dalam film ini yang tidak sesuai dengan novelnya.
Melihat cukup banyak hal yang tidak sama dengan novelnya memang bisa menjadikan film ini tidak mengambil mentah-mentah sebagaimana novelnya dan menjadikan film ini sebagai sesuatu yang baik. Tapi pasti ada sebagian para penggemar Negeri 5 Menara juga akan bertanya-tanya "kok gini?" atau "kok gitu?" ya itulah konsekuensinya.
Perubahan bisa membawa kebaikan dan bisa membawa keburukan tergantung individu masing-masing yang menilai. Tapi bagi saya meskipun merasa tidak sreg terhadap perubahan disana-sana, saya dapat memaklumi karena meskipun dengan adanya perubahan tersebut akan membuat suasana beda dari novelnya.D an meskipun terdapat perubahan selama perubahan itu tidak menyimpang terlalu jauh tak masalah. Salut buat salman aristo.
Akting Para Pemain?
Salut buat Billy Sandy pemeran basso yang aktingnya memukau, sangat pas dan natural. Selain basso sang tokoh utama alif fikri yang diperankan oleh Gazza Zubbizareta juga baik, serta ke empat kawan lainnya juga bermain sama baiknya. Dan jangan lupa sarah yang diperankan oleh Eriska Rein yang meskipun sedikit tapi ckup memikat. Bagiamana dengan para pemain seniornya?david khalik, marion irwinsyah,lulu tobing cukup baik. Sedangkan sosok kyai Rois yang diperankan Ikang Fauzi kurang begitu berkesan.ya susah memang untuk mencari sosok kyai rois yang digambarkan oleh A.Fuadi dalam novel Negeri 5 Menara yang merupakan tokoh idola bagi para penghuni madani.
Beberapa hal yang menggangu dalam film ini:
- Ada satu bagian yang sangat menggangu yaitu saat perubahan scene ada sekali potongan yang cukup menggangu, yang berubah dari candaan para sahibul menara kemudian tiba-tiba pagi.(kalau tidak salah ingat)
- Scene saat pementasan, ini adalah bagian yang paling saya tunggu.saya membayangkan bagaimana sang sutradara dapat merepresentasikan dari hal yang sama sesuai novel. Dimana para audience akan mengalami hal seperti cipratan air saat ibnu batutah melewati kejamnya lautan, angin besar saat digurun.Tapi tak ada hal tersebut.Ya meskipun sajian teatrikalnya cukup mewah.
- Dance ala boyband di pesantren???benarkah ada hal itu dipesantren madani (gontor)?ini yang membuat teman saya bertanya-tanya dan saya juga bertanya-tanya??.Klo hanya untuk penghibur karena saat ini sedang demam seperti itu.harusnya tak ada pada film ini, karena hal ini akan membuat para orang bertanya-tanya seperti kami.Lagian setting film ini adalah 1988 sebagaimana tertulis disurat formulir pendaftaran pondok.
- Tak ada view pondok madani diambil dari atas layaknya ilustrasi pondok madani yang ada di novelnya, saya rasa akan bagus sebagaimana cara pengambilan view di tsalfaghor(kalau tidak salah) dimana menjadi tempat berkumpulnya basso,raja,dan alif dewasa diibagian mendekati akhir film yang menurut saya sangat bagus.
- Penggambaran kehidupan dipesantren kurang begitu terasa menarik, karena terlalu singkat, maklumlah mungkin karena adanya durasi film yang mengharuskan mempersingkat cerita padahal hal yang menjadi seru adalah kehidupan alif fikri dipesantren.kecuali dari awal pembuatan film ini dibagi menjadi beberapa part layaknya Ketika Cinta Bertasbih yang dibagi menjadi 2 bagian.
Terlepas dari kekurangan diatas, film ini layak tonton.Karena meskipun banyak perombakan dimana-mana dari novel-nya, film ini memiliki pakem yang sama semangat pantang menyerah, kerja keras, arti persahabatan, kecintaan terhadap ilmu dapat direpresentasikan dengan baik. Dan salut buat banyolan yang ada dalam film ini yang cukup menghibur dan buat para sahibul menara yang diperankan secara pas oleh ke-enam pendatang baru.Good Job(thor).
LUMAYAN
7 Maret 2012 pukul 07.55
Review yg menarik #Great Film "NEGERI 5 MENARA", semoga bisa mencicipi nonton... :)
Be Best Together!
14 Maret 2012 pukul 08.54
saya anak gontor : dance ala boy band di gontor memang ada
21 Maret 2012 pukul 16.58
ooo ada ternyata dance ala boy band di gontor baru tahu..tapi setting 1988 membuat dance tersebut sepertinya salah tempat :)